Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI JEMBER
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2018/PN Jmr 1.ABDUL ROHMAN
2.M.KOLIK
3.M.MUDI
Pemerintah Negara Republik Indonesia cq kepala kepolisian republik indonesia cq kepala kepolisian daerah jawa timur cq kepala kepolisian sektor jelbuk Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 06 Nov. 2018
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2018/PN Jmr
Tanggal Surat Selasa, 06 Nov. 2018
Nomor Surat 107/pendaft/pidana/2018
Pemohon
NoNama
1ABDUL ROHMAN
2M.KOLIK
3M.MUDI
Termohon
NoNama
1Pemerintah Negara Republik Indonesia cq kepala kepolisian republik indonesia cq kepala kepolisian daerah jawa timur cq kepala kepolisian sektor jelbuk
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Kami yang bertanda tangan dibawah ini :
Anwar Sukardi Kurniawan, SH, NIK: 3511010810720001, Tempat/Tgl.Lahir: Bondowoso, 8 Oktober 1972; Jenis Kelamin: Laki-Laki; Kebangsaan: WNI; Status: Menikah; Pendidikan: S1-F.Hukum; Pekerjaan: Advokat; Agama:Islam; Beralamat: Desa Sugerlor RT.03 RW.01 Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso; CP.: 082132890954; kode pos: 68262

Advokat pada Law Office and Legal Consultant ANWAR and Partner’s, yang beralamatkan di Jl. Jember No.2 Sugerlor Maesan Bondowoso 68262, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 31 Oktober 2018, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa yaitu :

1.    Nama: ABDULROHMAN; NIK: 3509251209570001, Tempat /Tgl.Lahir: Jember, 8 September   1985; Jenis Kelamin: laki-laki; Pekerjaan: Wiraswasta; Agama: Islam; Status:Kawin, Kewarganegaraan: WNI Beralamat: Dusun Sumbercandik Desa Panduman RT./RW.: 01/01 Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.
selanjutnya disebut sebagai ………………………………………. PEMOHON I

2.    Nama: M.KHOLIK; NIK: 3509250202940002, Tempat /Tgl.Lahir: Jember, 2 Februari  1994; Jenis Kelamin: laki-laki; Pekerjaan: Pelajar/Mahasiswa; Agama: Islam; Status: Belum Kawin, Kewarganegaraan: WNI Beralamat: Dusun Sumbercandik Desa Panduman RT./RW.: 01/01 Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.
selanjutnya disebut sebagai ………………………………………. PEMOHON II

3.    Nama: M. MUDI; NIK: 350925010780252, Tempat /Tgl.Lahir: Jember, 1 Juli 1986; Jenis Kelamin: laki-laki; Pekerjaan: Petani/Pekebun; Agama: Islam; Status: Kawin, Kewarganegaraan: WNI Beralamat: Dusun Sumbercandik Desa Panduman RT./RW.: 01/01 Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.
selanjutnya disebut sebagai ………………………………………. PEMOHON III
selanjutnya disebut sebagai ………………………………………. Para PEMOHON

M e l a w a n

Pemerintah Negara Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur c.q. Kepala Kepolisian Resort Jember c.q. Kepala Kepolisian Sektor Jelbuk yang beralamat di Jl. Raya Bondowoso Jember Desa Sukojember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember
selanjutnya disebut sebagai ……………………………………….. TERMOHON.

Adapun yang menjadi alasan permohonan Pra Peradilan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

a.    Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

b.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

1.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

c.    Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: Pengadilan  negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

d.    Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan Praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

e.    Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan (yurisprodensi) yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1.    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/ 2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2.    Putusan MA RI No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3.    Putusan PN. Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4.    Putusan PN. Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5.    Putusan PN. Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015, dsb.

f.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
o    [dst]
o    [dst]
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

g.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

A.    PENGGELEDAHAN YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON TIDAK SESUAI DENGAN KUHAP DAN MELANGGAR ATURAN DALAM PERKAP NOMOR 14 TAHUN 2012 TTG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA SEBAGAI PENGGANTI PERKAP NO. 12 TAHUN 2009


1.    Bahwa pada hari kamis tanggal 11 bulan Oktober 2018 sekitar jam 11 siang (bersamaan dengan adzan dluhur) Termohon bersama seorang penduduk dusun Sumbercandik Desa Panduman Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember warga bernama Khotib mendatangi rumah Pemohon I dan melakukan penggeledahan rumah orang tuanya Pemohon II.

2.    Bahwa tanpa di dahului dengan menunjukkan surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri  Jember dan atau Surat Perintah dari atasan Termohon dan tanpa permintaan ijin kepada pemilik rumah, Termohon dan Sdr.Khotib telah melakukan pengeledahan ke rumah milik orang tua Pemohon II selama +/- 30 menit.

3.    Bahwa pada saat Termohon dan Sdr.Khotib melakukan pengeledahan tanpa ijin ke rumah milik orang tua Pemohon II, yang ada dirumah milik orang tua Pemohon II hanya ibu Pemohon II.

4.    Bahwa Penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon  dan Khotib di rumah milik Orang tua Pemohon II dilakukan ke  seluruh ruangan di rumah bahkan sampek ke kandang sapi dan kandang kambing.

5.    Setelah Termohon selesai melakukan penggeledahan di rumah Orang tua Pemohon II kemudian Termohon  menyuruh Pemohon I duduk di kursi ruang tamu Pemohon II  dan menanyakan kabel listrik kepada Pemohon I dengan kata-kata: “marah kabele bedeh dimmah kabel jriyeh… sengkok riyah  nolongah… mun tandek aman neng dinnak… masalah riyah bisa tambe rajeh (ayo kasik tahu kabel listrik itu ada dimana….saya ini mau bantu… kalau tidak mau aman disini… masalah ini bisa tambah besar)”.

6.    Bahwa selanjutnya Termohon dan Khotib terus menanyakan Pemohon I tentang keberadaan Kabel dan keberadaan Pak Nur Atip (orang tua Pemohon II) selama sekitar +/- 1 (satu) jam.

7.    Setelah itu Termohon dan Khotib meninggalkan rumah Pemohon I dan rumah Orang tua Pemohon II tanpa membawa barang apa pun.

8.    Bahwa pengeledahan yang dilakukan Termohon  dan khotib telah membuat Ibu Pemohon II shock dan sempat dirawat di puskesmas Jelbuk selama 1 hari 1 malam.

9.    Bahwa Pengeledahan yang sudah dilakukan 2 (dua) kali oleh Termohon tidak pernah disaksikan oleh RT , RW , Kasun, Kades dan atau Tokoh masyarakat setempat.

10.    Penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon dengan cara melibatkan secara aktif orang sipil yang bernama KHOTIB yang bukan seorang penyidik atau penyidik pembantu dan tanpa menunjukkan surat perintah dilakukannya penggeledahan adalah pelanggaran terhadap KUHAP Pasal 32 jo. Pasal 33 dan PERKAP Nomor 14 tahun 2012 ttg MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA sebagai pengganti Perkap no. 12 tahun 2009 Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2), jo. Pasal 57 ayat (3) jo. Pasal 58 ayat (3) jo. Pasal 59 ayat (2) bagian huruf a sampai dengan bagian i.

11.    Bahwa sampai dengan gugatan Praperadilan ini dibuat, Pemohon tidak pernah menerima dari Termohon turunan berita acara tentang telah dilaksanakannya penggeledahan yang seharusnya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang digeledah sebagaimana aturan dalam pasal 33 ayat (5) KUHAP dan Pasal 56 Perkap nomor 14 tahun 2012.

12.    Bahwa sebagai salah satu pilar dan garda terdepan dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia, seharusnya Termohon mampu bersikap professional dalam menjalankan aturan manajemen penyidikan dan memberi contoh yang baik dalam menjalankan aturan perundang undangan secara disiplin dan ber-etika.  

B.    TERMOHON TELAH MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA DENGAN CARA YANG SEWENANG-WENANG.

1.    Bahwa pada hari ini Selasa tanggal 16 Oktober 2018 sekitar jam 11 siang Termohon dengan tidak didampingi aparat dari desa Panduman baik RT, RW maupun Kasun kembali mendatangi rumah Pemohon I dan berdiri dihalaman.

2.    Bahwa selanjutnya Termohon berjalan kearah barat, Sekitar 30 menit kemudian Termohon datang dari arah barat dengan membawa (menenteng) kabel dan kabel tersebut diletakkan di kandang sapi (tempat rumput/makanan sapi) milik Mertua Pemohon III.

3.    Bahwa selanjutnya Termohon menjelaskan kepada istri Pemohon III kalau sudah menemukan kabel listrik yang hilang di pekarangan atas dekat pohon nanas dan pohon salak dan menjelaskan bahwa yang tahu dan menyaksikan kejadian penemuan kabel tersebut adalah orang yang bekerja menggergaji kayu di dekat lokasi penemuan kabel.

4.    Bahwa selanjutnya Termohon meminta Istri Pemohon III, orang yang menggergaji kayu yaitu P.Arifin alias Dhofir dan Rom untuk menanda tangani 3 (tiga) lembar kertas  yang menurut penjelasan Termohon adalah sebagai saksi penemuan barang bukti yang berupa kabel listrik, yang pada fakta sebenarnya Istri Pemohon III , P.Arifin alias Dhofir dan Rom tidak pernah tahu dimana kabel tersebut itu di temukan.

5.    Bahwa selanjutnya dari kertas yang diberikan Termohon kepada istri Pemohon III,  diketahui (tiga) lembar kertas yang ditanda tangani tersebut adalah Surat Tanda Terima Barang Bukti dengan No.Pol.:STBB/04/X/2018/Reskrim dan bukan berita acara penggeledahan seperti yang dimaksud pasl 56 ayat (1) Perkap nomor 14 tahun 2012.

6.    Bahwa sampai dengan saat ini Para Pemohon tidak pernah menerima berita acara Penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana aturan yang terdapat dalam pasal 33 ayat (5) KUHAP dan Pasal 56 Perkap nomor 14 tahun 2012, tetapi justru pada saat setelah selesai melakukan Pengeledahan, Termohon langsung memberikan Surat Tanda Terima Barang Bukti No.Pol.:STBB/04/X/2018/Reskrim.

7.    Bahwa dari kronologis penemuan kabel listrik yang diduga sebagai barang bukti dan proses permintaan tanda tangan oleh Termohon kepada 3 (tiga) orang saksi patut diduga hal tersebut merupakan sebuah direkayasa oleh Termohon untuk mengkriminalisasi Pemohon dengan beberapa indikasi sebagai berikut:
-    Saksi yang dimintai tanda tangan tidak pernah melihat mengetahui secara langsung proses bagaimana kabel listrik tersebut di temukan.
-    Yang diberikan secara langsung pada saat selesai penggeledahan adalah surat Surat Tanda Terima Barang Bukti No.Pol.:STBB/04/X/2018/Reskrim, bukan berita acara tentang telah di laksanakannya penggeledahan.
-    Bahwa dalam Surat Tanda Terima Barang Bukti No.Pol.:STBB/04/X/ 2018/Reskrim telah dijelaskan sudah terjadi penyerahan barang bukti berupa Kabel Listrik SR Warna Hitam dan 1 (satu) buah arit,sabit yang kemudian karena 1 (satu) buah arit,sabit tidak ditemukan maka tulisan 1 (satu) buah arit,sabit tersebut di coret oleh Termohon.
-    Bahwa Surat Tanda Terima Barang Bukti No.Pol.:STBB/04/X/ 2018/Reskrim diserahkan pada istri Pemohon III tepat setelah Termohon menemukan kabel listrik tanpa proses kembali ke Polsek untuk membuat surat tersebut terlebih dahulu dan kembali lagi ke lokasi. Ini adalah fakta hukum bahwa Surat Tanda Terima Barang Bukti No.Pol.:STBB/04/X/ 2018/Reskrim tersebut patut diduga sudah dipersiapkan oleh Termohon sebelum Termohon berangkat ke lokasi untuk menemukan kabel listrik.

8.    Bahwa menurut para saksi yang ada saat ddilakukakn penggeledahan pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2018, kabel yang ditemukan dan dibawa Termohon pada saat dilakukan Penggeledahan bukan kabel yang yang diambil para pemohon sebagai haknya yang kemudian pada pagi harinya kabel tersebut telah hilang.

9.    Bahwa dari keterangan keluarga Pemohon yang menyaksikan Termohon menemukan dan membawa barang bukti berupa KABEL SR warna hitam, di yakini bahwa hal tersebut adalah barang bukti yang direkayasa karena barang bukti berupa KABEL SR warna hitam tersebut berbeda secara keseluruhan dari kabel milik Para Pemohon yang hilang di halaman rumah Para Pemohon.

10.    Berdasar pada uraian diatas, maka pada kenyataannya Termohon tidak pernah menemukan dan mendapatkan barang bukti berupa Kabel SR berwarna hitam yang telah diambil oleh Pemohon sebagai Hak dari Pemohon.

11.    Bahwa Perbuatan Termohon dalam menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana Pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 363 KUHP tidak didasarkan pada 2 (dua) alat bukti yang cukup.

12.    Bahwa Penetapan Tersangka kepada Pemohon tidak pernah di dahului dengan proses konfrontasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam pasal 67 dan pasal 68 Perkap nomor 14 tahun 2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana sebagai pengganti Perkap no. 12 tahun 2009

13.    Bahwa sebagaimana aturan dalam pasal 15 Perkap nomor 14 tahun 2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana maka menurut Prof. Frans Hendra Winarta Gelar Perkara adalah merupakan bagian dari system peradilan pidana terpadau (integrated criminal justice system). Secara formal gelar perkara dilakukan pleh penydik dengan menghadirkan pihak pelapor dan pihak terlapor serta tidak boleh di wakilkan pada pihak lain. Jika tidak mengahdirkan pihak pelapor dan pihak terlapor maka gelar perkara bisa cacat hukum.

14.    Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka sebelum dilakukan Gelar Perkara adalah pelanggaran terhadap aturan dalam pasal 15 jo. Pasal 70, pasal 72,   Perkap nomor 14 tahun 2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana sebagai pengganti Perkap no. 12 tahun 2009.

15.    Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan Negara yang telah dituangkan kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.

16.    Bahwa Penetapan tersangka terhadap Pemohon oleh Termohon dilakukan dengan sangat dipaksakan dan dilakukakn dengan tidak mengikuti prosedur sebagaimana  ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.

17.    Bahwa sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
-    “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
-    Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan

18.    Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan dengan prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jember yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.


C.    PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN

1.    Bahwa hubungan hukum antara Para Pemohon dengan Pelapor  adalah sekelompok orang yang pada tahun 2014 bersepakat untuk urunan guna memasukkan aliran listrik ke rumah tempat tinggal Para Pemohon dengan Pelapor  dengan Pemohon I sebagai koordinator dan pemilik ide.

2.    Bahwa kesepakatan diantara Para Pemohon dengan Pelapor  dilaksanakan secara lisan yang isinya antara lain adalah:
-    Para Pemohon dengan Pelapor  siap membayar total biaya pemasangan aliran lisrik dengan cara tanggung renteng (urunan dengan nilai nominal yang sama).
-    Jika ada anggota kelompok yang kemudian hari karena suatu sebab kemudian memasang jalur aliran listrik sendiri maka anggota yang lain akan mengembalikan total keuangan yang telah dibayarkan dengan cara menanggung bersama dengan anggota yang tidak ikut pasang baru atau mencarikan pengganti anggota baru dari anggota yang keluar dari kelompok karena sudah melakukan pasang baru jalur aliran listrik.

3.    Bahwa pada sekitar bulan  Juli 2018 Para Para Pemohon bersepakat untuk memasang meter sendiri ditambah anggota baru yaitu P.Saeri alias Bulla (Pemohon) karena kalau tetap dengan kelompok yang 7 (tujuh)  orang yang sebelumnya, maka P.saeri Bulla tidak bisa mendapat aliran listrik.

4.    Bahwa sesuai kesepakatan, Pemohon kemudian menyampaikan kepada Pelapor  agar mengkomonikasikan kepada anggota yang lain untuk mengembalikan uang urunan Para Penggugat sebesar Rp 840.000 x 2 = 1.680.000 (satu juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah) tetapi sampai tenggang waktu 3 bulan tidak pernah ada respon.

5.    Bahwa selanjutnya karena atas permintaan hak keuangan Para Pemohon kepada Para Pelapor  sampai dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak pernah ada respon maka Para Pemohon mengambil bagian kabel Listrik sebagai gantinya sepanjang +/-325 meter dengan perkiraan kalau di konversi pada harga pembelian awal adalah Rp. 3.500 x 325 m = Rp. 1.137.500 (satu juta seratus tiga puluh tujuh ribu lima ratus rupiah). Hak keuangan Para Penggugat masih tersisa Rp. 542.500 (lima ratus empat puluh dua ribu lima ratus rupiah).

6.    Bahwa selanjutnya Para Pemohon dilaporkan oleh Para Pelapor sebagai pelaku tindak pidana pencurian kepada Termohon.

7.    Bahwa pada Hari Senin tanggal 15 Oktober 2018 Para Pemohon telah diperiksa Termohon sebagai SAKSI dugaan  Pencurian Kabel Listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP. (Penerapan Pasal 363 KUHP sesuai dengan yang tertera dalam surat panggilan dari Termohon)

8.    Bahwa dalam pemeriksaan Para Pemohon sebagai SAKSI, Termohon telah memeriksa Para Pemohon dengan menggunakan pasal 362 KUHP yang berbunyi: ” Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.   

9.    Bahwa Termohon telah berbuat melebihi kewenangannya dengan ikut campur menghitung hak keuangan para pihak dalam kelompok urunan pemasangan jalur listrik tersebut yang hal itu merupakan wilayah hukum perdata dan tentu saja bukan wilayah tugas Termohon karena sesuai aturan perundang-undangan, wilayah tugas Termohon adalah penanganan perkara pidana.

10.    Bahwa sengketa hak kepemilikan kabel listrik antara Pemohon dengan Pelapor adalah wilayah hukum keperdataan yang harus diselesaikan oleh para pihak yang tegabung didalamnya, yang jika diantara para pihak dalam kelompok urunan pemasangan jalur listrik tersebut tidak menemui kesepakatan tentang nilai keuangan yang menjadi haknya, maka hal tersebut menjadi sengketa perdata yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi di tingkat desa dan atau langsung melalui sengketa keperdataan melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri setempat.

11.    Bahwa sebagai upaya mendapatkan kepastian hukum tentang hak keuangan diantara para anggota dari kelompok urunan pemasangan jalur listrik tersebut maka perkara a quo saat ini telah didaftarkan oleh Pemohon di Pengadilan Negeri Jember dengan Nomor Register: 120/Pdt.G/2008/ PN.Jmr. (copy terlampir).

12.    Bahwa pada saat sengketa hak kepemilikan diantara para anggota dari kelompok urunan pemasangan jalur listrik tersebut masih dalam proses, Termohon pada tanggal 27 Oktober 2018 sudah menetapkan Pemohon sebagai TERSANGKA dugaan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 363 KUHP. (copy terlampir).

13.    Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, perbuatan pemohon murni adalah merupakan hubungan hukum keperdataan dengan para anggota dari kelompok urunan pemasangan jalur listrik dan keputusan Termohon menjadikan Para Pemohon sebagai TERSANGKA tindak pidana pencurian kabel listrik adalah merupakan perbuatan yang sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

D.    PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Bpk. Ketua Pengadilan Negeri Jeber c.q. Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

1.    Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dugaan Pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
5.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Jember yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon,

 

 

ANWAR SUKARDI KURNIAWAN, SH

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya