Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI JEMBER
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2018/PN Jmr TUMARI Pemerintah Negara Kesatuan RI Cq Kepala Kepolisian RI Cq Kepala Kepolisian Resort Jember sektor wuluhan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 21 Feb. 2018
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2018/PN Jmr
Tanggal Surat Selasa, 20 Feb. 2018
Nomor Surat 1
Pemohon
NoNama
1TUMARI
Termohon
NoNama
1Pemerintah Negara Kesatuan RI Cq Kepala Kepolisian RI Cq Kepala Kepolisian Resort Jember sektor wuluhan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Nama                : TUMARI;-----------------------------------------------------------
Tempat/Tanggal Lahir        : Jember, 17 mei 1968----------------------------------------------
Umur                : 50 Tahun;-----------------------------------------------------------
Kebangsaan            : Indonesia/jawa-----------------------------------------------------
Tempat Tinggal        : dusun Krajan Wetan,01/03, Tanjungrejo, wuluhan, jember;-
Agama                : Islam-----------------------------------------------------------------
Pekerjaan            : PNS Guru----------------------------------------------------------
Terhadap;-----------------------------------------------------------------------------------------------Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan;----------------
Dimana Dalam Perkara Ini, PEMOHON,
 MELAWAN
 Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan, yang berkedudukan di Jl.Pahlawan nomor 56, Wuluhan, Jember, Sebagai ;--------------------------------------------TERMOHON
Oleh :
Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum
LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (LKBH PGRI ) JEMBER
 DI PENGADILAN NEGERI JEMBER

Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI JEMBER
DI JEMBER
Hal    :        Permohonan Praperadilan atas Nama TUMARI
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami :
GUNAWAN HENDRO, S.H. DAN SUTOWIJOYO, S.H. kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada “LEMBAGA KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (LKBH PGRI ) JEMBER, yang beralamat di Jl. Semangka nomor 7 Patrang, Jember, Telp. 0331  422 011
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal     18 Februari 2018, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama TUMARI, selanjutnya disebut sebagai ;-----------------------------------------------------------PEMOHON
---------------------------------------------M E L A W A N-------------------------------------------
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan, yang berkedudukan di Jl.Pahlawan nomor 56, Wuluhan, Jember, selanjutnya disebut sebagai ;---------------------TERMOHON
untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan;------------------------------------------------------------------------------------------------
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :------------------
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1.    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2.    Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6.    Dan lain sebagainya


f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
•    [dst]
•    [dst]
•    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
•    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1.    Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan kepada Pemohon hanya berdasar pada Bukti surat dan keterangan saksi saja sesuai dengan surat penggilan Termohon kepada Pemohon dan tanpa keterangan ahli
2.    Bahwa, terhadap bukti surat berupa kwitansi sewa tanah apabila tidak dimaknai secara benar maka seolah olah telah terjadi sewa tanah, dan apabila tidak ada tanahnya untuk disewa maka unsur kebohongan akan terpenuhi dalam pasal 378 KUHP, padahal perlu diketahui sejak awal Pemohon meminjam sejumlah uang kepada Saksi korban bernama Ahmad Sangali akan tetapi Ahmad sangali sanggup membantu apabila sistem pinjam uangnya adalah menggunakan harga sewa tanah artinya jika meminjam uang senilai 30 juta maka akan dianggap menyewakan tanah seluas 2 bahu (14.000 M2) pada tahun 2013 dan akan jatuh tempo pada enam bulan berikutnya pada musim tanam padi tersebut sehingga menjadi senilai 50 juta rupiah untuk sewa tanah seluas 14.000 M2(sesuai harga sewa tanah pada waktu tersebut ) dan sejak dari awal terjadi kesepakatan hanya harga sewa tanah di mana Pemohon tidak pernah menyewakan tanahnya dan termohon juga tidak pernah menggarap sawah milik Pemohon
3.    Bahwa, terhadap keterangan para saksi adalah tidak benar jika terjadi penipuan tentang sewa tanah karena telah tejadi pemelintiran keterangan sehingga telah terjadi perbuatan hukum sewa tanah dengan menggunakan sawah milik orang lain.
4.    Bahwa pada saat istri Pemohon diperiksa oleh termohon telah terjadi pemaksaan dimana pada saat itu istri termohon diharuskan menjawab pengembalian uang sewa tanah adalah sebsar 30 juta rupiah padahal yang sebenarnya adalah 50 juta rupiah dan cara penekanan yang dilakukan oleh Termohon adalah mengajurkan kepada istri Pemohon untuk memilih jawaban jika mengembalikan 50 juta rupiah pidana tetapi jika mengembalikan 30 juta itu adalah ranah perdata sehingga istri Pemohon menjawab harus mengembailakan uang sewa tanah kepada Pelapor yaitu Ahmad Sangali sebesar 30 juta rupiah
5.    Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
6.    Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, termohon selalu mendasarkan pada alat bukti yang sebelumnya telah dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Negeri Jember
7.    Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum

2. PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
1.    Bahwa kwitansi pembayaran sewa sawah apabila dimaknai secara ansih memang telah terjadi kebohongan dimana menyewakan dengan tanpa ada sawah dan dari segi hukum perdata maka hal ini adalah batal karena salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus ada obyek perjanjian, padahal obyek perjanjiannya adalah uang sewa dan bukan tanah sawah yang disewakan, dan bahwa kemudian pemohon tidak bisa mengembalikan harga sewa tanah dari 30 juta menjadi 50 juta itu adalah wan prestasi
2.    Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan. Wanprestasi dapat berupa:
(i)    tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan;
(ii)    melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya;
(iii)    melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau
(iv)    melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan penipuan apabila ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain. “Melawan hak” di sini bisa dicontohkan memakai nama palsu, perkataan-perkataan bohong, dll.

3.    Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan pelapor diikat melalui perjanjian yang tidak jelas, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan hubungan hukum keperdataan..
4.    Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.
3. PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TIDAK JELAS
bahwa, pemohon pertama dipanggil dan diproses oleh termohon adalah kurang lebih tahun 2014 dan hingga kini telah menginjak tahun ke 4 yaitu tahun 2018 sehingga hal ini jelas jelas telah melanggar dan menabrak aturan yang ada sehingga segala produk hukum yang dikeluarkan oleh Termohon terutama mengenai penetapan tersangka kepada pemohon haruslah dinyatakan cacat hukum
4. TERMOHON TELAH MELAKUKAN ABUSE OFF POWER (PENYALAH GUNAAN WEWENANG)
1.    Bahwa, PERLU KAMI JELASKAN DISINI ADALAH PELAPOR ATAU AHMAD SANGALI ADALAH SEORANG YANG BERPROFESI SEBAGAI RENTENIR DENGAN MODUS PINJAM UANG DENGAN HARGA SEWA TANAH (tanpa ada sawahnya) artinya jika ada orang mau meminjam uang kepada Ahmad Sangali maka dibuatlah kesepakatan tidak tertulis tentang sewa tanah misalkan jika meminjam uang sebesar Rp 15 juta maka dianggap sewa tanah sebahu (7000 M2) maka pada saat musim tanam enam bulan kedepan harus mengemblikan uang kepada Ahmad Sangali sebesar 25 juta rupiah dan ini tidak ada kaitan dengan tanah tetapi dengan nilai harga sewa tanah pada saat itu diwilayah wuluhan dan sekitarnya
2.    Bahwa, ada banyak warga masyarakat disekitar kecamatan Ambulu dan kecamatan Wuluhan Jember yang menjadi korban praktik bank gelap yang di lakukan oleh Pelapor dan efeknya masyarakat menjadi takut karena tidak bisa membayar hutang kepada Sangali dan Ahmad sangali juga tidak segan segan menggunakan jasa preman untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menakut-nakuti warga agar segera membayar hutangnya terkadang Ahmad Sangali juga tidak segan senyerobot tanah milik orang yang mempunyai tanggungan kepada Ahmad Sangali
3.    Bahwa, yang menjadi masalah sekarang adalah termohon telah berpindah profesi dari Penegak hukum menjadi centeng atau tugah tagihnya rentenir hal ini dibuktikan dimana istri dan mertua Pemohon, dipaksa oleh Termohon agar menyerahkan sertifikat tanahnya kepada Ahmad sangali KALAU TIDAK MAU agar segera melunasi tanggungan kepada Ahmad Sangali
4.    Berdasarkan urian diatas adalah benar jika termohon telah melakukan penyalahgunaan wewenang, sehingga segala produk hukum terutama PENETAPAN SEBAGAI TERSANGKA ADALAH tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat
5. PERBUATAN TERMOHON TELAH MENGAKIBATKAN MERESAHKAN MASYARAKAT
1.    Bahwa, perlu kami jelaskan disini, sekarang ini di daerah wilayah ambulu dan kecamatan Wuluhan Jember, dimana pihak Pelapor atau Ahmad sangali telah meneror warga dan menyampaikan jika tidak segera melunasi tanggungannya maka akan dimasukkan ke penjara seperti yang akan dialami oleh Pemohon
2.    Bahwa, kerjasama antara termohon dengan pelapor sedikit banyak telah menakutkan warga yang mempunyai tanggungan kepada seorang rentenir yang bernama ahmad Sangali
3.    Berdasarkan uraian tersbut mohon agar penetapan tersangka kepada Pemohon haruslah dinyatakan cacat hukum
6. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1.    Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2.    Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
3.     Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
4.     Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
5.     Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :


– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
– dibuat sesuai prosedur; dan
– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
 Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
6.     Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan Aquo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
•    “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
•    Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
7.     Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jember yang memeriksa dan mengadili perkara Aquo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

 

1.    Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisan Daerah Jawa Timur Cq Kepala Kepolisian resort jember Cq kepala Kepolisian Sektor Wuluhan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
5.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jember yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jember yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya